Monday, February 19, 2018

Dimana Makam WA Baron Baud Sebenarnya?



Bagi kalian yang pernah tinggal di Jatinangor dan pernah membaca sejarah tentang Jatinangor pasti sudah tidak asing mendengar nama Willem Abraham Baud atau Baron Baud. Ya, beliau adalah tuan tanah sekaligus pemilik perkebunan di Jatinangor yang berdiri tahun 1800-an.
Menurut catatan dibanyak laman web di internet ada beberapa situs bersejarah peninggalan masa kolonial masa lalu salah satunya adalah makam  Willem Abraham Baud dan makan anaknya,
Baronesse Ida Louise Junia Baud atau yang lebih dikenal dengan Mimosa
yang terletak di komplek kampus ITB Jatinangor

Tadinya saya meyakini benar jika kedua makam tersebut adalah makam milik mereka berdua, namun baru-baru ini saya kembali meneliti sejarah Jatinangor melalui situs-situs internet yang resmi contohnya saja Arsip Nasional Belanda dan beberapa lainnya, saya menemukan fakta bahwa Baron Baud memang meninggal di Jatinangor, namum dimakankan di daerah Desa Bolang, Cilacap Jawa Tengah. Ini adalah laman web yang menunjukan fakta tersebut http://geneagraphie.com/showmedia.php?mediaID=12327&cemeteryID=7

Saya meyakini betul itu adalah benar makan Baron Baud yang sebenarnya karena bahkan disana tertulis namanya, namun sekarang ada pertanyaan baru. Lalu siapa yang dimakamkan di Jatinangor yang selama ini diyakinkan sebagai makan Baron Baud? Semoga lain kesempatan saya bisa kembali ke Jatinangor dan meneliti hal ini dan mungkin saya bisa ke Desa Bolang Cilacap untuk mengkonfirmasi secara langsung mengenai makan Baron Baud yang sebenarnya. 

Saya harap juga ada pembaca tulisan ini yang bisa memberi informasi mengenai hal ini

Siapa Ahli Waris Eks Perkebunan Djatiangor?

       Baru-baru ini seseorang yang mengaku ahli waris dari eks perkebunan Jatinangor mempermasalahkan tanah eks Perkebunan Jatinangor, khususnya terkait ganti rugi pembebasan lahan Jalan Tol Cisumdawu yang kebetulan melintasi eks perkebunan Jatinangor. Roni Iswara salah seorang yang mengaku keturunan dari Bungin, saudara laki-laki dari Nyai Kollot (sumber : http://www.balebandung.com/nih-kronologis-tanah-eks-perkebunan-jatinangor/) Nyai Kollot adalah istri dari Willem Abraham Baud, pemilik lahan perkebunan Jatinangor pada tahun 1840an. Tapi apakah benar Bungin saudara dari Nyai Kolot? Tidak ada catatan pasti mengenai hal ini. Lagipula seharusnya ahli waris jatuh ke tangan Mimosa beserta keturunannya

Siapa Mimosa?

Baronesse Ida Louise Junia Baud, source: http://geneagraphie.com
Mimosa yang bernama asli Baronesse Ida Louise Junia Baud adalah anak tunggal dari WA Baron Baud seorang tuan tanah pemilik Cultuur Ondernemingen van Maatschappij Baud di Jatinangor (arsip-arsip perkebunan ini masih tersimpan di kantor Algemeen Rijksarchief ARA Den Haag). Ia tidak memiliki seorang anak dari istri sahnya (perempuan dari Eropa). Oleh karena itu ia menikah secara sembunyi atau melakukan pergundikan dengan gadis pribumi yang usianya terpaut jauh puluhan tahun (sekitar 20-an tahun) (tentang pergundikan pada masa ini dapat dibaca pada buku berjudul Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda karya Reggie Bay terbitan komunitas Bambu 2010). Ia sering memanggil gadis pribumi itu dengan nama Nyai. Nama nyai itu sebenarnya adalah Antjia Kolot. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang anak perempuan yang ia beri nama Mimosa. Akan tetapi kemudian kedua perempuan itu harus dipindahkan jauh ke Buitenzorg (Bogor).  Di Buitenzorg Mimosa diubah namanya menjadi Ida. Disana di Buitenzorg Antjia Kolot dinikahi oleh seorang kusir delman dan hidup bahagia. Mimosa kecil lahir dan besar bersama ibu dan bapak tirinya di Buitenzorg. Suatu saat setelah istrinya meninggal Baron Baud dikunjungi saudara saudaranya dari Eropa. Rupanya telah terjadi perselisihan yang berujung pertengkaran antara Baron Baud dengan saudara saudaranya dari Eropa tersebut. Akibat dari pertengkaran tersebut Baron Baud baru memikirkan pewarisan tanah perkebunannya di Jatinangor. Oleh karena itu ia memutuskan untuk pergi ke Buitenzorg menemui seorang ahli hukum bernama Meertens. Bersama Meertens kemudian Baron Baud mencari Antjia Kolot dan anaknya yg bernama Mimosa. Terjadi pertemuan yang mengharukan antara Baron Baud dengan Nyai Antjia Kolot dan Mimosa. Setelah ditemukan kemudian Mimosa diadopsi secara hukum agar jadi anak sah dari Baron Baud dan dibawa ke Jatinangor. Mimosa meronta-ronta menolak dibawa ke Jatinangor akan tetapi Nyai Antjia berusaha membujuknya. Nama Ida Kemudian berubah menjadi Baronesse Ida Louise Junia Baud setelah sah secara administratif sebagai anak dari Baron Baud.
Setelah memasuki usia sekolah Mimosa kemudian disekolahkan di sekolah anak-anak di Batavia. Atas saran dan usul Gubernur Jendral kala itu J.W. van Lansberge dan penggantinya Frederik Jacob, maka Mimosa kecil diasuh dibawah perwalian Horra Siccema mantan anggota Raad van Indie. Mengapa bukan Baron Baud yang menjadi wali dari Mimosa ketika ia masuk sekolah ? hal ini terjadi karena Baron Baud sudah meninggal saat Mimosa masih kecil sebelum Mimosa memasuki usia sekolah. Beberapa tahun setelah Mimosa bersekolah di Batavia kemudian Mimosa dikirim ke Belanda untuk meneruskan sekolahnya. Saat itu ia bisa kuliah di Belanda karena telah menjadi kaya raya akibat harta warisan dari Baron Baud berupa perkebunan Jatinangor. Setelah lulus Mimosa sempat menikah tiga kali. Pernikahan pertama tahun 1899 dengan Otto Harald Lincoln Furuhjelm yang bercerai 1903. Pernikahan kedua 1904 dengan Martin Wilhelm Kroll juga berakhir tanpa diketahui tahunnya. beberapa sumber data mengatakan bukan bercerai tapi suami keduanya meninggal. Terakhir Mimosa menikah dengan seorang Denmark bernama Dietrich Joachim von Klitzing tahun 1908 yang kemudian ikut memimpin perkebunan Jatinangor bersama Mimosa istrinya hingga mereka bercerai tahun 1919.
Setelah bercerai untuk ketiga kalinya kemudian Mimosa kembali ke Jatinangor dari Eropa untuk mengurusi perkebunannya di Cikeruh distrik Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Selama ini perkebunan diurus oleh Pemerintah Hindia Belanda dibawah para Gubernur Jenderal (Carel H. A. van der Wijck, Willem Rooseboom, Johannes B. van Heutsz, A.W.F. Idenburg, Johan Paul van Limburg Stirum) setelah Baron Baud meninggal dan Mimosa belum cukup umur untuk mengurusnya.
Makam ayahnya yaitu Baron Baud yang terletak di dekat Loji perkebunan Jatinangor ia rawat sedemikian rupa. Bahkan Mimosa ingin dimakamkan disamping makam ayahnya tersebut ketika meninggal nanti. Mimosa memang kemudian telah menjelma dari anak seorang Nyai dan kusir delman menjadi pengusaha perkebunan Jatinangor. Ia memiliki anak-anak bahagia dan kaya raya. Ketika ia meninggal menjelang perang dunia dua terjadi yaitu 15 Maret 1935 di Roma Itali, sesuai wasiatnya Mimosa kemudian dimakamkan di dekat makam ayahnya yaitu di dekat Loji perkebunan Jatinangor. Anak-anak keturunan Mimosa yang ikut mengurusi perkebunan Jatinangor melarikan diri ke Australia ketika Jepang menyerbu Pulau Jawa. (Sumber : https://widyonugrahanto73.blogspot.co.id/2014/04/sekilas-tentang-sejarah-jatinangor.html?showComment=1519052163279#c1564800221547842679)

Saya belum menemukan kebenaran cerita itu dalam bentuk arsip yang resmi dan kemungkinan besar hanya cerita yang beredar orang-orang yang telah lama menetap di Jatiangor yang beredar dari mulut ke mulut, namun dari laman situs internet yang cukup meyakinkan, bisa dibuktikan bahwa Mimosa telah menikah-cerai beberapa kali dan mempunyai keturunan (laman web bisa dilihat di : http://geneagraphie.com/getperson.php?personID=I1399283&tree=1)  itu juga berarti silsilah keturunan Willem Abraham Baud tidak terputus dan bisa ditelusuri (silahkan jika ada yang mau menelusuri, karena saya tidak melakukannya). Dan hal yang terpenting adalah anak keturunan Bangin yang menurut penggugat sengketa tanah adalah saudara laki-laki Nyai Kolot bukanlah ahli waris eks perkebunan Jatinangor, dan yang berhak adalah keturunan Mimosa yang kemungkinan besar sekarang tinggal diluar Indonesia.

Kampus Jatinangor dan Lahan Bekas Perkebunan Tuan Baud

Pulang dari Jepang, Prof. Dr. Hindersah Wiraatmaja, Rektor Universitas Padjadjaran (1974 – 1982) membawa oleh-oleh . Kunjungannya ke “Kota Akademis Tsukuba “ di Tokyo , Jepang telah menimbulkan inspirasi membangun kota serupa di Bandung. Ia melihat terdapat beberapa  persoalan yang sama dihadapi perguruan tinggi di Negeri Sakura itu dengan perguruan tinggi yang dipimpinnya.
Kampus UNPAD berpusat di Jalan Dipati Ukur 35, Bandung. Namun yang lainnya tersebar di tiga belas lokasi yang jaraknya berjauhan. Luas lahan masing-masing lokasi sempit, sehingga menyulitkan koordinasi dan pengembangan daya tamping, disamping beberapa masalah lainnya. Antara lain produktivitas, mutu lulusan, dan pengembangan prasarana/sarana fisik. Karena itu UNPAD sejak tahun 1977 sudah merintis pengadaan lahan yang memadai. Namun, rencana itu baru tahun 1979 disepakati dengan adanya penunjukan lahan bekas perkebunan di Jatinangor.   
Saat itu Hendersah meletakkan rencananya dalam wadah yang dinamakan “Kota Akademis Manglayang”. Dinamakan demikian karena kawasan itu terletak di kaki Gunung Manglayang. “Kota Akademis Manglayang” merupakan kota yang hanya mempunyai satu fungsi utama. Sebagai kota akademis, dimana berkembang pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang mendukung fungsi utama tersebut.

Wednesday, February 14, 2018

Maaf Jatinangor

Jatinangor... sebuah tempat yang diberkahi bentang alam yang luar biasa indah. Namun sayang sepertinya keserakahan pengusaha dan penguasa setempat akan menghancurkan keindahannya. 

Saya yakin ada alasan kawasan ini dijadikan kawasan pendidikan. Lihat saja kondisi alamnya, begitu tenang dan indah, jauh dari hingar bingar kesemerawutan dan kapitalisme kota besar. Sangat cocok bagi para terpelajar yang menuntut ilmu. Tapi itu sepuluh tahun lalu, sebelum kehadiran pengembang properti serakah yang membujuk penguasa setempat untuk membangun bangunan-bangunan tinggi yang menghalangi dan merusak keasrian Jatinangor.

Lihat saja, dalam satu dekade terakhir ada lebih dari lima apartemen yang didirikan disini, saya tidak bisa membayangkan dalam sepuluh tahun kedepan seperti apa rupa Jatinangor.

Saya masih cukup beruntung, tahun 2011 saat pertamakali saya menginjakan kaki di Jatinangor, hanya ada satu apartemen yang berdiri dan cukup mendapat protes dari warga setempat saat itu. Saya berharap apartemen itu adalah bangunan tinggi pertama dan terakhir di Jatinangor. Tapi lihatlah sekarang! Bak jamur dimusim penghujan, bangunan tinggi itu terus bermunculan. Siapa yang dirugikan? Semua yang tinggal di Jatinangor, karena keindahan bentang alam terhalang bangunan tinggi, belum lagi sumber air tanah yang diambil dalam jumlah besar, yang seharusnya dinikmati warga sekitar. Siapa yang diuntungkan? Yaitu pengusaha serakah yang saya yakin bahkan tinggal diluar Jatinangor! Mereka tidak peduli kerusakan yang ditimbulkannya yang mereka peduli hanya pundi-pundi rupiah yang mengalir untuk mereka. Serakah! Bejat! Lalu bagaimana dengan penguasa setempat? Sebagai pihak yang turun mengamini keserakahan pengusaha, saya yakin ada rupiah dalam jumlah yang menggiurkan yang ikut mengalir kepada mereka.. ya ini adalah sebuah opini berisi tuduhan besar, tapi lihatlah kawan, dampak kerusakan Jatinangor juga tak kalah besar. Dan itu sedang terjadi! Dan terus terjadi!

Siapa yang harus disalahkan atas kerusakan alam di Jatinangor, saya tidak tahu. Apakah mereka legal melakukan itu? Saya juga kurang mengerti, tapi jika itu legal., betapa cacatnya undang-undang tata kota dan lingkungan di negeri kita.

Sebagai seorang yang pernah tinggal dan menempuh pendidikan di Jatinangor saya ingin melakukan sesuatu, namum saya sadar tidak banyak yang bisa saya lakukan. Menulis artikel ini adalah apa yang bisa saya lakukan dan berharap ada pembaca yang tersadar dan bisa melakukan lebih dari apa yang saya lakukan saat ini.

Jatinangor dan tentunya termasuk keindahan alam yang ada didalamnya adalah hak kita semua, namun itu bukan berarti Jatinangor dapat dibeli dan dirusak.  Siapapun yang tinggal, pernah atau akan tinggal di Jatinangor berhak akan pemandangan alam nan asri yang tak terusak tangan-tangan serakah.
Maaf Jatinangor, membuat opini dengan menulis ini adalah hal yang hanya saya bisa lakukan saat ini, dengan harapan ada banyak pihak yang tersadar dan mampu melakukan lebih untuk keselamatanmu.

-Jatinangor Today, 14 Februari 2018-


Suatu Tempat di Jatinangor